Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menjadi sorotan setelah mengalami fluktuasi dalam beberapa pekan terakhir. Namun demikian, pemerintah dan para pelaku ekonomi menegaskan bahwa kondisi ini bukan cerminan dari pelemahan fundamental ekonomi nasional, melainkan akibat dari dinamika perekonomian global yang sedang berlangsung.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah sepanjang 2025 lebih banyak dipengaruhi dinamika global, bukan karena pelemahan fundamental ekonomi domestik.
“Pergerakan nilai tukar lebih mencerminkan dinamika global, dan tidak selalu sama atau identik dengan kondisi fundamental Indonesia,” kata Sri Mulyani.
Data Kementerian Keuangan mencatat rata-rata nilai tukar rupiah pada Januari–Maret 2025 sebesar Rp16.443 per dolar AS. Sementara itu, pada akhir Maret, kurs rupiah sempat menyentuh Rp16.829 per dolar AS, jauh dari asumsi APBN 2025 sebesar Rp16.000 per dolar AS.
Sri Mulyani mengatakan gejolak global sebagai penyebab utama pelemahan ini. Harapan pelonggaran suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed) belum terwujud karena inflasi AS masih tinggi dan pasar tenaga kerja tetap kuat. Hal ini mendorong capital inflow kembali ke AS, menguatkan indeks dolar dan melemahkan mata uang di negara berkembang.
Situasi diperburuk oleh kebijakan ekonomi Presiden AS terpilih, Donald Trump. Pemerintahannya menerapkan tarif resiprokal terhadap sekitar 70 negara mitra dagang, termasuk negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS.
“Kebijakan tarif yang cukup agresif itu memicu gejolak di sektor keuangan global,” ungkap Sri Mulyani.
Ketidakpastian pasar meningkat drastis, membuat banyak mata uang termasuk rupiah, mengalami penyesuaian pada kuartal I 2025.
Meski tertekan, rupiah menunjukkan penguatan terbatas pada pembukaan perdagangan 30 April 2025, naik 46 poin atau 0,27 persen ke level Rp16.715 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.761.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengatakan bahwa penguatan ini seiring optimisme terhadap perundingan kebijakan tarif A
S yang tengah berlangsung, memberi harapan stabilitas jangka pendek bagi rupiah.
Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum terverifikasi. Stabilitas ekonomi nasional, menurut berbagai indikator, masih terjaga dengan baik. Langkah-langkah antisipatif terus dilakukan agar rupiah tetap stabil dan ekonomi nasional tidak terdampak signifikan oleh ketidakpastian global.
Dengan fondasi ekonomi yang kuat dan koordinasi antar-lembaga yang solid, Indonesia diyakini mampu melewati tantangan ini dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.