Oleh: Mahmud Sutramitajaya )*
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat ketahanan pangan nasional melalui strategi hilirisasi yang terintegrasi dengan penguatan industri. Salah satu langkah konkret adalah dengan menyiapkan 18 proyek strategis di berbagai sektor vital, mulai dari mineral dan batu bara, transisi energi, hingga sektor kelautan, perikanan, dan pertanian.
Langkah ini mendapat dukungan penuh dari Menteri ESDM yang juga Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Bahlil Lahadalia, yang mengungkapkan bahwa proyek-proyek tersebut telah melalui tahap pra studi kelayakan secara mendalam. Total nilai investasi yang dikucurkan mencapai US$ 38,63 miliar atau setara Rp618,13 triliun, sebuah angka yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memacu hilirisasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Sebanyak delapan proyek difokuskan pada sektor mineral dan batu bara, dua proyek mendukung transisi energi, dua proyek ketahanan energi, tiga proyek hilirisasi pertanian, serta tiga proyek hilirisasi kelautan dan perikanan. Langkah ini diharapkan mampu mengoptimalkan potensi sumber daya dalam negeri, menekan ketergantungan impor, serta membuka peluang pasar ekspor bernilai tambah tinggi.
Bahlil menegaskan bahwa agenda hilirisasi ini telah melalui diskusi intensif antara tim lintas sektor, akademisi, hingga para pelaku usaha. Kajian mendalam ini dilakukan agar proyek yang direncanakan benar-benar dapat terealisasi sesuai target. Ia optimistis, di bawah kepemimpinan Danantara, proyek-proyek tersebut akan berjalan dengan baik berkat dukungan pendanaan dan kesiapan implementasi di lapangan.
Tak hanya berhenti pada sektor mineral, hilirisasi juga menjadi tumpuan bagi transformasi sektor pertanian. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengambil langkah progresif dengan mendorong hilirisasi dan transformasi pertanian, khususnya di Provinsi Riau. Wilayah ini dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan baru Indonesia, sekaligus pusat pengembangan komoditas kelapa dengan nilai jual tinggi.
Dalam kunjungannya ke Riau, Mentan Andi menegaskan pentingnya memperkuat produksi pangan sekaligus mengembangkan industri hilir komoditas strategis seperti padi dan kelapa. Transformasi ini menjadi langkah nyata untuk memastikan ketahanan pangan nasional di tengah tantangan krisis iklim dan ketidakpastian ekonomi global.
Riau dengan populasi sekitar tujuh juta jiwa memiliki kebutuhan pangan yang besar. Namun, menurut data, produksi beras lokal baru memenuhi 22 persen kebutuhan masyarakatnya. Untuk itu, Kementerian Pertanian menargetkan peningkatan luas tanam hingga 50 ribu hektare dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang. Upaya ini akan didukung pendanaan sekitar Rp1,7 triliun untuk memastikan optimalisasi potensi lahan yang saat ini baru dimanfaatkan sekitar 20 persen.
Selain fokus pada padi, pengembangan industri hilir kelapa menjadi salah satu perhatian penting. Potensi kelapa rakyat yang melimpah di Riau memiliki peluang besar untuk mendongkrak ekonomi daerah. Dengan investasi senilai Rp371 miliar, pemerintah menargetkan industri kelapa mampu meningkatkan nilai tambah hingga ribuan persen. Kenaikan nilai jual ini diharapkan langsung berdampak pada kesejahteraan petani dan membuka lapangan kerja baru di sektor pengolahan.
Dalam strategi jangka panjangnya, Andi menekankan pentingnya transformasi pertanian melalui tiga pilar utama: cetak sawah baru, pengembangan kelapa rakyat, dan pembangunan infrastruktur irigasi. Ketiga pilar ini diyakini dapat mempercepat tercapainya swasembada pangan, menekan inflasi daerah, serta meningkatkan daya beli masyarakat.
Dalam pandangan Andi, hilirisasi komoditas lokal tak hanya soal peningkatan nilai jual, tetapi juga berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja baru, menggerakkan ekonomi desa, dan menjaga stabilitas sosial di pedesaan. Oleh sebab itu, program hilirisasi pertanian dan perikanan menjadi instrumen vital untuk mendukung ketahanan pangan jangka panjang berbasis industri nasional.
Langkah pemerintah pusat juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah. Gubernur Riau Abdul Wahid menyatakan komitmennya mendukung agenda strategis ini. Ia menjelaskan, dari total luas baku sawah di Riau yang mencapai 59 ribu hektare, produksi padi lokal hanya mampu menutupi sebagian kecil kebutuhan daerah. Namun berkat intervensi pemerintah pusat, produktivitas padi tahun lalu meningkat 7 persen dan pada tahun ini ditargetkan naik hingga 12 persen.
Selain padi, potensi kelapa rakyat di Riau juga menjadi fokus hilirisasi. Dengan lahan kelapa lebih dari 400 ribu hektare, peluang menjadikan kelapa sebagai komoditas ekspor unggulan sangat besar. Namun, keterbatasan fasilitas pengolahan masih menjadi tantangan yang harus diatasi melalui kerja sama antara pusat dan daerah.
Pemerintah pun menekankan bahwa gagasan tanpa implementasi tidak akan memberi dampak berarti. Untuk itu, komitmen kuat antara pusat dan daerah menjadi kunci keberhasilan program hilirisasi. Dengan strategi terukur, pendanaan memadai, dan kolaborasi multipihak, upaya hilirisasi ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem industri pangan yang tangguh.
Di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian, transformasi hilirisasi sektor pertanian dan perikanan menjadi jawaban untuk memastikan Indonesia tetap mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan domestik. Selain itu, potensi ekspor produk olahan bernilai tambah tinggi akan semakin membuka peluang devisa baru bagi negara.
Upaya hilirisasi ini juga sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang berdaulat pangan dan energi. Dengan memaksimalkan potensi sumber daya alam dan kekuatan sumber daya manusia, pemerintah berharap Indonesia dapat keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan naik kelas menjadi negara industri berbasis inovasi.
Hilirisasi pertanian dan perikanan bukan sekadar jargon, tetapi wujud nyata pembangunan ekonomi inklusif dan berkelanjutan. Program ini diharapkan menjadi warisan kebijakan yang tidak hanya berdampak jangka pendek, tetapi juga menjadi fondasi kuat bagi ketahanan pangan nasional hingga puluhan tahun ke depan.
Dengan langkah terukur, dukungan investasi yang memadai, serta sinergi pusat dan daerah, Indonesia optimistis mampu memperkuat ketahanan pangan berbasis industri, mendongkrak nilai tambah produk lokal, serta meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan di seluruh Nusantara..
)* Penulis adalah mahasiswa Universitas Indraprasta Jakarta