Pembahasan RKUHAP Dilakukan Terbuka dan Transparan

Oleh: Raka Mahadewa )*

Reformasi hukum pidana di Indonesia mencapai babak penting dengan dibahasnya RKUHAP secara terbuka dan inklusif. Upaya ini bukan sekadar rutinitas legislasi, melainkan bagian dari komitmen negara dalam menjamin keadilan, transparansi, dan perlindungan hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana. RKUHAP hadir sebagai pembaruan menyeluruh terhadap sistem hukum acara pidana, yang telah lama dianggap ketinggalan zaman dan belum responsif terhadap dinamika sosial dan prinsip hak asasi.

Salah satu substansi penting dalam RKUHAP adalah penekanan terhadap keterlibatan advokat sejak awal penyelidikan. Ini merupakan terobosan fundamental yang berpotensi menghindarkan penyalahgunaan kewenangan aparat penegak hukum serta memperkuat posisi tersangka yang selama ini kerap berada dalam posisi rentan. Tak hanya itu, penguatan peran hakim pengawas dan pengamat serta pengetatan masa penahanan menunjukkan adanya keberpihakan pada asas due process of law, sebuah prinsip dasar yang menempatkan keadilan prosedural sebagai pilar utama hukum pidana.

Proses penyusunan RKUHAP pun dilaksanakan dengan keterbukaan tinggi. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyampaikan bahwa pembahasan RKUHAP tidak dilakukan secara tertutup sebagaimana dituding sebagian kelompok masyarakat sipil. Justru, sejak awal penyusunannya, DPR telah melibatkan berbagai elemen masyarakat dan membuka ruang seluas-luasnya bagi publik untuk memberikan masukan. Banyak pasal dalam draf RKUHAP bahkan merupakan hasil adopsi dari aspirasi masyarakat itu sendiri. DPR tidak menutup ruang partisipasi, bahkan secara aktif mengundang publik dalam forum resmi seperti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).

Komitmen tersebut tidak berhenti pada pernyataan semata. Habiburokhman juga mengajak masyarakat yang hendak menyampaikan aspirasi untuk melakukannya langsung melalui mekanisme RDPU di Komisi III. Langkah ini menunjukkan bahwa DPR ingin mendorong partisipasi yang bermartabat dan konstruktif, bukan hanya melalui aksi jalanan. Proses legislasi tidak lagi eksklusif, melainkan dibuka sebagai arena interaktif antara legislator dan warga negara. Inilah bentuk partisipasi bermakna yang menunjukkan bahwa demokrasi hukum di Indonesia terus tumbuh.

Lebih lanjut, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa setiap penyusunan regulasi di parlemen selalu diarahkan untuk melibatkan publik sebanyak mungkin. Prinsip ini menjadi pedoman dalam setiap aktivitas alat kelengkapan dewan (AKD), termasuk Komisi III. Dalam konteks pembahasan RKUHAP, kehadiran unsur pimpinan DPR di tengah proses rapat menunjukkan tingkat perhatian yang tinggi dan kehendak politik yang kuat untuk menyelesaikan RKUHAP secara bertanggung jawab dan inklusif.

Dukungan terhadap RKUHAP juga datang dari dunia profesi hukum. Ketua Umum DPN Peradi-SAI, Juniver Girsang, menilai bahwa pembahasan RKUHAP harus segera dirampungkan karena memiliki urgensi tinggi. Ia menegaskan bahwa RKUHAP akan menjadi instrumen vital mendukung implementasi KUHP baru yang dijadwalkan berlaku pada 2026. Tanpa hukum acara yang relevan, penerapan KUHP baru akan menghadapi kendala serius. Karena itu, kelanjutan RKUHAP merupakan syarat mutlak keberhasilan reformasi hukum pidana secara menyeluruh.

Selain urgensi normatif, Juniver Girsang juga menekankan kualitas substansi RKUHAP. Rancangan ini dianggap sudah sangat memadai dalam memperkuat perlindungan HAM. Salah satu pasal krusial dalam draf terbaru, yakni Pasal 140 ayat (2), secara eksplisit menyatakan bahwa advokat tidak dapat dituntut secara pidana atau perdata selama menjalankan tugas profesional secara baik dan beriktikad baik. Ketentuan ini bukan hanya melindungi profesi advokat, tetapi juga memastikan proses hukum berjalan berimbang dan bebas dari tekanan yang tidak sah.

Dalam RKUHAP, keberatan dari advokat atas tindakan penyidik juga wajib dituangkan dalam berita acara. Prosedur ini menjadi bukti komitmen terhadap akuntabilitas dan pengawasan internal dalam proses penegakan hukum. Tuduhan bahwa RKUHAP disusun secara tergesa-gesa pun dibantah dengan fakta bahwa prosesnya melibatkan akademisi dan berbagai kalangan masyarakat sejak lama. Justru, keterbukaan yang ditunjukkan dalam pembahasan RKUHAP merupakan praktik ideal yang selama ini sering dituntut dalam proses legislasi.

Salah satu narasi yang perlu diluruskan adalah anggapan bahwa RKUHAP akan melemahkan posisi aparat penegak hukum. Pandangan ini keliru dan cenderung menyesatkan. Justru, dengan adanya batasan dan pengawasan yang jelas, kewenangan aparat penegak hukum menjadi lebih terarah dan tidak mudah disalahgunakan. RKUHAP tidak mengurangi peran aparat, melainkan menyeimbangkannya dengan hak-hak warga negara, terutama tersangka dan terdakwa, agar tidak menjadi korban dari sistem yang timpang.

Pendampingan hukum sejak awal memberikan dampak positif terhadap keadilan substantif. Masyarakat tidak lagi harus menghadapi proses hukum sendirian di tengah tekanan psikologis dan prosedur teknis yang kompleks. Advokat sebagai pendamping hukum dapat berperan melindungi hak tersangka sekaligus menjadi mitra kritis bagi aparat penegak hukum. Dalam kerangka ini, supremasi hukum ditegakkan bukan dengan cara menundukkan salah satu pihak, tetapi dengan menciptakan kesetaraan di hadapan hukum.

Pengesahan RKUHAP merupakan langkah strategis dalam mendorong sistem peradilan pidana Indonesia yang lebih berkeadaban. Rancangan ini menjadi jembatan penting menuju penegakan hukum yang bersih, adil, dan humanis. Reformasi hukum pidana tidak akan pernah lengkap tanpa pembaruan pada sisi prosedural. Dalam konteks itu, RKUHAP menjadi fondasi baru bagi wajah hukum nasional yang berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia dan kemajuan peradaban hukum.

Dengan proses pembahasan yang inklusif dan substansi yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, RKUHAP layak didukung sebagai bagian dari transformasi besar hukum pidana di Indonesia. Transparansi dalam legislasi ini membuktikan bahwa reformasi hukum bukan hanya wacana politik, melainkan langkah nyata menuju sistem peradilan yang lebih beradab dan berkeadilan.

)* Penulis merupakan Pemerhati Hukum

[edRW]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *